Pengertian Al-Hamid, الحَمِيْدُ ) (artinya Yang Maha Terpuji.
Al-Hamid terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf ha, mim, dan dal, yang maknanya menunjuk kepada “antonim tercela”. Dari sini nabi terakhir dinamai Muhammad, karena tidak adanya sifat tercela yang beliau sandang.
Fakhruddin Arrazi membedakan antara syukur dan hamid (pujian). Syukur digunakan dalam konteks nikmat yang Anda peroleh, Sedangkan hamid digunakan baik untuk nikamat yang anda peroleh maupun yang diperoleh selain anda. Jika demikian, saat anda berkata “ Allah al-Hamid” (Maha Terpuji), maka ini adalah pujian kepada-Nya baik anda yang menerima nikmat ataupun orang lain yang menerimanya. Sedangkan bila anda mensyukurinya, itu adalah anugerah yang Anda terima.
Di dalam Al-Quran, kata al-Hamid terulang sebanyak 17 kali. Hanya sekali yang tidak mengandung nama Allah melainkan sifat jalan Allah “shiratal hamid”. Sepuluh kali dirangkai dengan kata al-Ghany, tiga kali dengan al-`Aziz, dan masing-masing sekali dengan al-Hamid dan al-Hakim. Perangkaian al-Hamid dan al-Ghany mengisyaratkan bahwa Allah sama sekali tidak membutuhkan pujian atas-Nya. pujian kepada Allah tidak menambah keagungan dan keperkasaan-Nya, cacian, kedurhakaan, dan cercaan juga tidak mengurangi keperkasaan dan kemutlakan-Nya.karena itu, Allah menegaskan dalam al-Qur`an surah Luqman ayat 12,
Artinya :“Barangsiapa yang bersyukur kepada allah, sesugguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.S Luqman 31 : 12 ).
Ada tiga unsur perbuatan yang harus dipenuhi oleh pelaku sehingga dia mendapat pujian, yaitu indah (baik), dilakukan secara sadar, dan tidak terpaksa. Kata al-Hamid yang mengandung sifat dari Allah mengandung arti bahwa Allah dalam segala perbuatnnya telah memenuhi ketiga unsur pujian yang disebutkan di atas.
Allah al-Hamid berarti bahwa dia yang menciptakan segala sesuatu dan segalanya diciptakan dengan baik serta atas dasar ikhtiar dan kehendaknya tanpa paksaan, sehingga semua perbuatannya terpuji. Sehingga wajar bila Allah menyandang sifat al-Hamid dan wajar juga kita mengucapkan alhamdulillah “segala puji hanya milik Allah” kepada-Nya. Jika anda memuji seseorang karena kebaikan dan kecantikannya maka pada hakikatnya anda memuji Allah SWT. Sebab kecantikan dan kebaikan itu besumber dari Allah Yang Mahakuasa sebagai pengenalan diri, dan bukankah Allah hanya memuji diri-Nya dalam proses pembelajaran.
Allah adalah al-Hamid yang Maha Terpuji karena dia yang menciptakan dan menghidupkan. Dia juga yang menganugerahkan sarana dan prasarana kehidupan serta petunjuk-petunjuk kebahagian hidup duniawi, selanjutnya Dia pula yang mewafatkan dan menghidupkan kembali untuk mendapatkan kebahagian ukhrawi. Semua itu dainugerahkan-Nya tanpa mengharapkan imbalan. Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 28
Artinya : “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”
Allah itu adalah salah-satunya eksistensi yang disembah dan dipuja oleh setiap makhluk, baik secara terpaksa ataupun sukarela. Tidak ada satu detik pun setiap makhluk itu terlepas dari kekuasaan Allah, dari sunnah dan kehendak Allah. Tidak ada makhluk yang tunduk kepada makhluk. Setiap makhluk hanya tunduk kepada Allah Yang Maha Esa itu, kepada sunnah dan kehendak Allah. Setiap makhluk membutuhkan Allah, karena keberadaan setiap makhluk itu membutuhkan pasangan atau makhluk lain yang eksistensi dan gerakannya tergantung kehendak sunnatullah pula. Oleh sebab itu setiap makhluk hanya patut berterima kasih dan berhutang budi kepada Allah.
Allah bahkan harus dipuji walau petaka sedang menimpa, karena dia “rabbul `alamiin” (pendidik atau pemelihara alam semesta). Pengertian rububiyyah (kependidikan atau pemeliharaan) mencakup pembagian rezeki, pengampunan dan kasih sayang; juga amarah, ancaman, dan peringatan. Makna ini akan terasa dekat dengan hati kita saat mengancam, bahkan memukul anak kita dalam rangka mendidik mereka. Walaupun sang anak yang dipukul merasa diperlakukan tidak wajar, namun kelak setalah dewasa ia akan sadar bahwa pukulan tersebut merupakan yang baik baginya. Jadi, apapun bentuk perlakuan Allah kepada makhluk-Nya harus diyakini bahwa yang demikian, sama sekali tidak terlepas dari sifat pemeliharaan allah walaupun perlakuan itu dinilai oleh keterbatasan nalar manusia sebagai sesuatu yang negatif.
Dalil surat hud ayat 73
Artinya : Para malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah."
Sifat Allah al-Hamid menurut Imam Ghazali adalah “Allah Yang Maha Terpuji oleh dirinya sejak zaman azali dan terpuji juga oleh semua makhluk hingga kapanpun”. Dari penjelasan ini terlihat bahwa Allah disamping mamuji makhluk-Nya juga memuji diri-Nya sendiri, memang bila ditinjau dari kebahasaan kata al-Hamid dapat menjadi subjek dan objek. Di sisi lain ditemukan di alquran firman-Nya yang mengandung pujian atas diri-Nya. Perhatikan surat al-fatihah yang diawali setelah ”basmalah” dengan “Alhamdulillah”. Pujian Allah terhadap dirinya adalah bagian dari pengajaran kepada makhluk.
Pujian makhluk kepada Allah terlaksana dalam kehidupan dunia ini dan bersinambung hingga kemudian. “segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan di bumi dan bagi-Nya pula segala puji di akhirat”. Semua makhluk tanpa terkacuali mensucikan sambil memujinya. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Isra` ayat 44.
Artinya : Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
Meraka yang enggan atau lupa memuji-Nya di dunia. Pasti akan memuji-Nya di akhirat nanti, setelah menyadari seberapa besar anugerah yang diberikan dan dilimpahkan-Nya. Firman Allah dalam surah al-Isra` ayat 52
Artinya : yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja
Yang meneladani sifat ini dituntut terlebih dahulu menyadari betapa wajar dan berhak Allah untuk dipuji. Ia dituntut untuk sering mengucapkan dan menghayati kalimat alhamdulillah bahkan ia akan mengucap alhamdulillahilladzi la yahmada `ala makruhin siwahhu (segala puji bagi Allah tiada, yang dipuji walau cobaan menimpa kecuali dia semata). Yang meneladaninya juga hendak memujinya walau ia tidak mengenal Allah dan tidak merasakan nikmat-Nya. Apadahal nikmat yang Allah anugerahkan begitu banyak. Ini akan mengantar dia tidak hanya memuji yang berbuat baik kepadanya, tetapi juga memuji setiap orang yang berbuat baik kepada orang lain, karena pujian hendaknya dipersembahkan kepada siapa saja yang wajar menerimanya. Sungguh tercela bila Anda melakukan sebaliknya, tidak memuji bahkan mencerca yang yang memberikan kepada orang lain tetapi tidak memberikan kepada anda. Disisi lain jangan memuji yang tidak wajar dipuji. Dari keterangan diatas, kiranya Anda telah mengetahui apa yang harus dipenuhi pelaku sehingga pantas untuk mendapatkan pujian. Dan pada saat anda memuji orang lain arahkan dihati Anda bahwa pujian yang Anda berikan ditujukan kepada allah SWT. Karena segala pujian harus kembali kepadanya. Tetapi ingat jangan memuji berlebihan, karena yang demikian dapat menjerumuskan manusia. Selanjutnya jangan sekali-kali mamuji diri anda sendiri. Sesuai dengan ayat al-Qur`an, surah an-Najm ayat 32.
Artinya : (Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunanNya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.
Kalaupun harus menyebut keistimewaan, maka kemukakanlah dalam batas yang wajar, dan dalam rangka pengajaran dan pengengenalan atas siapa dia, dan pujian itu pun dangat terbatas ? bukankah Allah tidak membuka tabir diri-Nya, tidak juga memperkenalkan semua kesempurnaannya? Bukanah tidak satupun mengenalnya dari makhluknya yang mengenalnya dengan pengenlan sempurna? Kemudian jika indi ingin menjadi al-Hamid, yakni “terpuji” bersikap dan berbuatlah yang baik dalam hubungan anda dengan Allah, sesama manusia, lingkungan bahkan dengan diri anda sendiri.
Implementasi atau penerapan sifat al-Hamid pada diri setiap hamba Allah dapat dilakukan dengan mencontoh makhluk yang Allah cintai, yaitu Nabi Muhammad SAW. Karena kita tidak akan mampu mencontoh sifat Allah Yang Maha Terpuji. Nama Muhammad sudah menggambarkan sifat-nya yang terpuji, karena telah kami jelaskan pada tulisan di atas. Rasulullah SAW telah Allah jadikan sebagai suri tauladan yang baik bagi umatnya, sesuai dengan Al-Qur`an surah al-Ahzab ayat 21
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Nabi Muhammad SAW juga memilik akhlaq yang terpuji, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Qalam ayat 4
Artinya : Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung
Dengan demikian, Allah telah memberikan contoh bagi kita umat manusia untuk bersifat terpuji seperti Nabi Muhammad SAW.
Contoh perbuatan terpuji sebagai seorang mahasiswa adalah datang tepat waktu sebelum jam perkuliahan dimulai, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dosen, berpakaian rapi dan sopan di lingkungan universitas, membuang sampah pada tempatnya, dan ikut serta menjaga ketertiban dan keamanan universitas tempat kita kuliah.
Al-Hamid terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf ha, mim, dan dal, yang maknanya menunjuk kepada “antonim tercela”. Dari sini nabi terakhir dinamai Muhammad, karena tidak adanya sifat tercela yang beliau sandang.
Fakhruddin Arrazi membedakan antara syukur dan hamid (pujian). Syukur digunakan dalam konteks nikmat yang Anda peroleh, Sedangkan hamid digunakan baik untuk nikamat yang anda peroleh maupun yang diperoleh selain anda. Jika demikian, saat anda berkata “ Allah al-Hamid” (Maha Terpuji), maka ini adalah pujian kepada-Nya baik anda yang menerima nikmat ataupun orang lain yang menerimanya. Sedangkan bila anda mensyukurinya, itu adalah anugerah yang Anda terima.
Di dalam Al-Quran, kata al-Hamid terulang sebanyak 17 kali. Hanya sekali yang tidak mengandung nama Allah melainkan sifat jalan Allah “shiratal hamid”. Sepuluh kali dirangkai dengan kata al-Ghany, tiga kali dengan al-`Aziz, dan masing-masing sekali dengan al-Hamid dan al-Hakim. Perangkaian al-Hamid dan al-Ghany mengisyaratkan bahwa Allah sama sekali tidak membutuhkan pujian atas-Nya. pujian kepada Allah tidak menambah keagungan dan keperkasaan-Nya, cacian, kedurhakaan, dan cercaan juga tidak mengurangi keperkasaan dan kemutlakan-Nya.karena itu, Allah menegaskan dalam al-Qur`an surah Luqman ayat 12,
Artinya :“Barangsiapa yang bersyukur kepada allah, sesugguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.S Luqman 31 : 12 ).
Ada tiga unsur perbuatan yang harus dipenuhi oleh pelaku sehingga dia mendapat pujian, yaitu indah (baik), dilakukan secara sadar, dan tidak terpaksa. Kata al-Hamid yang mengandung sifat dari Allah mengandung arti bahwa Allah dalam segala perbuatnnya telah memenuhi ketiga unsur pujian yang disebutkan di atas.
Allah al-Hamid berarti bahwa dia yang menciptakan segala sesuatu dan segalanya diciptakan dengan baik serta atas dasar ikhtiar dan kehendaknya tanpa paksaan, sehingga semua perbuatannya terpuji. Sehingga wajar bila Allah menyandang sifat al-Hamid dan wajar juga kita mengucapkan alhamdulillah “segala puji hanya milik Allah” kepada-Nya. Jika anda memuji seseorang karena kebaikan dan kecantikannya maka pada hakikatnya anda memuji Allah SWT. Sebab kecantikan dan kebaikan itu besumber dari Allah Yang Mahakuasa sebagai pengenalan diri, dan bukankah Allah hanya memuji diri-Nya dalam proses pembelajaran.
Allah adalah al-Hamid yang Maha Terpuji karena dia yang menciptakan dan menghidupkan. Dia juga yang menganugerahkan sarana dan prasarana kehidupan serta petunjuk-petunjuk kebahagian hidup duniawi, selanjutnya Dia pula yang mewafatkan dan menghidupkan kembali untuk mendapatkan kebahagian ukhrawi. Semua itu dainugerahkan-Nya tanpa mengharapkan imbalan. Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 28
Artinya : “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”
Allah itu adalah salah-satunya eksistensi yang disembah dan dipuja oleh setiap makhluk, baik secara terpaksa ataupun sukarela. Tidak ada satu detik pun setiap makhluk itu terlepas dari kekuasaan Allah, dari sunnah dan kehendak Allah. Tidak ada makhluk yang tunduk kepada makhluk. Setiap makhluk hanya tunduk kepada Allah Yang Maha Esa itu, kepada sunnah dan kehendak Allah. Setiap makhluk membutuhkan Allah, karena keberadaan setiap makhluk itu membutuhkan pasangan atau makhluk lain yang eksistensi dan gerakannya tergantung kehendak sunnatullah pula. Oleh sebab itu setiap makhluk hanya patut berterima kasih dan berhutang budi kepada Allah.
Allah bahkan harus dipuji walau petaka sedang menimpa, karena dia “rabbul `alamiin” (pendidik atau pemelihara alam semesta). Pengertian rububiyyah (kependidikan atau pemeliharaan) mencakup pembagian rezeki, pengampunan dan kasih sayang; juga amarah, ancaman, dan peringatan. Makna ini akan terasa dekat dengan hati kita saat mengancam, bahkan memukul anak kita dalam rangka mendidik mereka. Walaupun sang anak yang dipukul merasa diperlakukan tidak wajar, namun kelak setalah dewasa ia akan sadar bahwa pukulan tersebut merupakan yang baik baginya. Jadi, apapun bentuk perlakuan Allah kepada makhluk-Nya harus diyakini bahwa yang demikian, sama sekali tidak terlepas dari sifat pemeliharaan allah walaupun perlakuan itu dinilai oleh keterbatasan nalar manusia sebagai sesuatu yang negatif.
Dalil surat hud ayat 73
Artinya : Para malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah."
Sifat Allah al-Hamid menurut Imam Ghazali adalah “Allah Yang Maha Terpuji oleh dirinya sejak zaman azali dan terpuji juga oleh semua makhluk hingga kapanpun”. Dari penjelasan ini terlihat bahwa Allah disamping mamuji makhluk-Nya juga memuji diri-Nya sendiri, memang bila ditinjau dari kebahasaan kata al-Hamid dapat menjadi subjek dan objek. Di sisi lain ditemukan di alquran firman-Nya yang mengandung pujian atas diri-Nya. Perhatikan surat al-fatihah yang diawali setelah ”basmalah” dengan “Alhamdulillah”. Pujian Allah terhadap dirinya adalah bagian dari pengajaran kepada makhluk.
Pujian makhluk kepada Allah terlaksana dalam kehidupan dunia ini dan bersinambung hingga kemudian. “segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan di bumi dan bagi-Nya pula segala puji di akhirat”. Semua makhluk tanpa terkacuali mensucikan sambil memujinya. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Isra` ayat 44.
Artinya : Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
Meraka yang enggan atau lupa memuji-Nya di dunia. Pasti akan memuji-Nya di akhirat nanti, setelah menyadari seberapa besar anugerah yang diberikan dan dilimpahkan-Nya. Firman Allah dalam surah al-Isra` ayat 52
Artinya : yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja
Yang meneladani sifat ini dituntut terlebih dahulu menyadari betapa wajar dan berhak Allah untuk dipuji. Ia dituntut untuk sering mengucapkan dan menghayati kalimat alhamdulillah bahkan ia akan mengucap alhamdulillahilladzi la yahmada `ala makruhin siwahhu (segala puji bagi Allah tiada, yang dipuji walau cobaan menimpa kecuali dia semata). Yang meneladaninya juga hendak memujinya walau ia tidak mengenal Allah dan tidak merasakan nikmat-Nya. Apadahal nikmat yang Allah anugerahkan begitu banyak. Ini akan mengantar dia tidak hanya memuji yang berbuat baik kepadanya, tetapi juga memuji setiap orang yang berbuat baik kepada orang lain, karena pujian hendaknya dipersembahkan kepada siapa saja yang wajar menerimanya. Sungguh tercela bila Anda melakukan sebaliknya, tidak memuji bahkan mencerca yang yang memberikan kepada orang lain tetapi tidak memberikan kepada anda. Disisi lain jangan memuji yang tidak wajar dipuji. Dari keterangan diatas, kiranya Anda telah mengetahui apa yang harus dipenuhi pelaku sehingga pantas untuk mendapatkan pujian. Dan pada saat anda memuji orang lain arahkan dihati Anda bahwa pujian yang Anda berikan ditujukan kepada allah SWT. Karena segala pujian harus kembali kepadanya. Tetapi ingat jangan memuji berlebihan, karena yang demikian dapat menjerumuskan manusia. Selanjutnya jangan sekali-kali mamuji diri anda sendiri. Sesuai dengan ayat al-Qur`an, surah an-Najm ayat 32.
Artinya : (Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunanNya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.
Kalaupun harus menyebut keistimewaan, maka kemukakanlah dalam batas yang wajar, dan dalam rangka pengajaran dan pengengenalan atas siapa dia, dan pujian itu pun dangat terbatas ? bukankah Allah tidak membuka tabir diri-Nya, tidak juga memperkenalkan semua kesempurnaannya? Bukanah tidak satupun mengenalnya dari makhluknya yang mengenalnya dengan pengenlan sempurna? Kemudian jika indi ingin menjadi al-Hamid, yakni “terpuji” bersikap dan berbuatlah yang baik dalam hubungan anda dengan Allah, sesama manusia, lingkungan bahkan dengan diri anda sendiri.
Implementasi atau penerapan sifat al-Hamid pada diri setiap hamba Allah dapat dilakukan dengan mencontoh makhluk yang Allah cintai, yaitu Nabi Muhammad SAW. Karena kita tidak akan mampu mencontoh sifat Allah Yang Maha Terpuji. Nama Muhammad sudah menggambarkan sifat-nya yang terpuji, karena telah kami jelaskan pada tulisan di atas. Rasulullah SAW telah Allah jadikan sebagai suri tauladan yang baik bagi umatnya, sesuai dengan Al-Qur`an surah al-Ahzab ayat 21
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Nabi Muhammad SAW juga memilik akhlaq yang terpuji, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Qalam ayat 4
Artinya : Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung
Dengan demikian, Allah telah memberikan contoh bagi kita umat manusia untuk bersifat terpuji seperti Nabi Muhammad SAW.
Contoh perbuatan terpuji sebagai seorang mahasiswa adalah datang tepat waktu sebelum jam perkuliahan dimulai, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dosen, berpakaian rapi dan sopan di lingkungan universitas, membuang sampah pada tempatnya, dan ikut serta menjaga ketertiban dan keamanan universitas tempat kita kuliah.
अल hamid
4/
5
Oleh
Ichwanul Muslim