Sunday, 11 November 2012

Ghibah yang diperbolehkan



Ghibah yang diperbolehkan

Dalam kitab riadhussolihin :
Ketahuilah bahwasanya mengumpat itu dibolehkan karena adanya tujuan yang dianggap benar menurut pandangan syara' Agama Islam, yang tidak akan mungkin dapat sampai kepada tujuan tadi, melainkan dengan cara mengumpat itu. Dalam hal ini adalah enam macam sebab-sebabnya:

Pertama: Dalam mengajukan pengaduan penganiayaan, maka bolehlah seseorang yang merasa dirinya dianiaya apabila mengajukan pengaduan penganiayaan itu kepada sultan, hakim ataupun lain-lainnya dari golongan orang yang mempunyai jabatan atau kekuasaan untuk menolong orang yang dianiaya itu dari orang yang menganiayanya. Orang yang dianiaya tadi bolehlah mengucapkan: "Si Fulan itu menganiaya saya dengan cara demikian."
 
Kedua: Dalam meminta pertolongan untuk menghilangkan sesuatu kemungkaran dan mengembalikan orang yang melakukan kemaksiatan kepada jalan yang benar. Orang itu bolehlah mengucapkan kepada orang yang ia harapkan dapat menggunakan kekuasaannya untuk menghilangkan kemungkaran tadi: "Si Fulan itu mengerjakan demikian, maka itu cegahlah ia dari perbuatannya itu," atau Iain-Iain sebagainya. Maksudnya iaiah untuk dapat sampai guna kelenyapannya kemungkaran tadi. Jadi apabila tidak mempunyai maksud sedemikian, maka pengumpatan itu adalah haram hukumnya.

Ketiga: Dalam meminta fatwa - yakni penerangan keagamaan. Orang yang hendak meminta fatwa itu bolehlah mengucapkan kepada orang yang dapat memberi fatwa yakni mufti: "Saya dianiaya oleh ayahku atau saudaraku atau suamiku atau si Fulan dengan perbuatan demikian, apakah ia berhak berbuat sedemikian itu padaku? Dan bagaimana jalan untuk menyelamatkan diri dari penganiayaannya itu? Bagaimana untuk memperoleh hakku itu serta bagaimanakah caranya menolak kezalimannya itu?" dan sebagainya. Pengumpatan semacam ini adalah boleh karena adanya keperluan. Tetapi yang lebih berhati-hati dan pula lebih utama ialah apabila ia mengucapkan: "Bagaimanakah pendapat anda mengenai seseorang atau manusia atau suami yang berkeadaan sedemikian ini?" Dengan begitu, maka tujuan meminta fatwanya dapat dihasilkan tanpa menentukan atau menyebutkan nama seseorang. Sekalipun demikian, menentukan yakni menyebutkan nama seseorang itu dalam hal ini adalah boleh atau jaiz, sebagaimana yang akan Kami cantumkan dalam Hadisnya Hindun - lihat Hadis no. 1532. Insya Allah Ta'ala.
 
Keempat: Dalam hal menakut-nakuti kaum Muslimin dari sesuatu kejelekan serta menasihati mereka - jangan terjerumus dalam kesesatan karenanya. Yang sedemikian dapat diambil dari beberapa sudut, di antaranya ialah memburukkan kepada para perawi Hadis yang memang buruk ataupun para saksi - dalam sesuatu perkara. Hal ini boleh dilakukan dengan berdasarkan ijma'nya seluruh kaum Muslimin, tetapi bahkan wajib karena adanya kepentingan. Di antaranya lagi iaiah di waktu bermusyawarat untuk mengambil seseorang sebagai menantu, atau hendak berserikat dagang dengannya, atau akan menitipkan sesuatu padanya ataupun hendak bermuamalat dalam perdagangan dan Iain-Iain sebagainya, ataupun hendak mengambil seseorang sebagai tetangga. Orang yang dimintai musyawarahnya itu wajib tidak menyembunyikan hal keadaan orang yang ditanyakan oleh orang yang meminta per-timbangan tadi, tetapi bolehlah ia menyebutkan beberapa cela yang benar-benar ada dalam dirinya orang yang ditanyakan itu dengan tujuan dan niat menasihati. Di antaranya lagi ialah apabila seseorang melihat seorang ahli agama-pandai dalam selok-belok keagamaan -yang mondar-mandir ke tempat orang yang ahli kebid'ahan atau orang fasik yang mengambil ilmu pengetahuan dari orang ahli agama tadi dan dikhuatirkan kalau-kalau orang ahli agama itu terkena bencana dengan pergaulannya bersama kedua macam orang tersebut di atas. Maka orang yang melihatnya itu bolehlah menasihatinya - yakni orang ahli agama itu - tentang hal-ihwal dari orang yang dihubungi itu, dengan syarat benar-benar berniat untuk menasihati.

Persoalan di atas itu seringkali disalah-gunakan dan orang yang berbicara tersebut - yakni orang yang rupanya hendak menasihati -hanyalah karena didorong oleh kedengkian. Memang syaitan pandai benar mencampur-baurkan pada orang itu akan sesuatu perkara. la menampakkan pada orang tersebut, seolah-olah apa yang dilakukan itu adalah merupakan nasihat-tetapi sebenarnya adalah karena lain tujuan, misalnya kedengkian, iri hati dan sebagainya. Oleh sebab itu hendaklah seseorang itu pandai-pandai meletakkan sesuatu dalam persoalan ini.

Di antaranya lagi misalnya ada seseorang yang sedang mempunyai sesuatu jabatan yang tidak menetapi ketentuan-ketentuan
1531- عَنْ عَائِشَةَ رضي اللَّه عَنْهَا أن رَجُلاً استأْذَن عَلى النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فقَالَ : " ائذَنُوا لهُ، بئس أخو العشِيرَةِ ؟ " متفقٌ عليه . احْتَجَّ بهِ البخاري في جَوازِ غيبةِ أهلِ الفسادِ وأهلِ الرِّيبِ .
1531. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasanya ada sesorang lelaki meminta izin kepada Nabi s.a.w untuk menemuinya, lalu beliau s.a.w bersabda untuk menemuinya, lalu beliau s.a.w bersabda – kepada sahabat-sahabat:”Izinkanlah ia, ia adalah seburuk-buruknya orang dari seluruh keluarganya.” (Muttafaq ‘alaih)

Imam Bukhari mengambil keterangan dari Hadis ini akan bolehnya mengumapat pada orang-orang yang suka membuat kerusakan serta ahli bimbang – tidak berpenderian tetap
1533- وعنْ فَاطِمةَ بنْتِ قَيْسٍ رضي اللَّه عَنْها قَالَتْ : أَتيْتُ النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، فقلت : إنَّ أبا الجَهْمِ ومُعاوِيةَ خَطباني ؟ فقال رسول اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : " أمَّا مُعَاوِيةُ ، فَصُعْلُوكٌ لا مالَ له ، وأمَّا أبو الجَهْمِ فلا يضَعُ العَصا عنْ عاتِقِهِ " متفقٌ عليه .
وفي روايةٍ لمسلمٍ : " وأمَّا أبُو الجَهْمِ فضَرَّابُ للنِّساءِ " وهو تفسير لرواية : " لا يَضَعُ العَصا عَنْ عاتِقِهِ " وقيل : معناه : كثيرُ الأسفارِ .
1533. Dari Fathimah binti Qais radhiallahu 'anha, katanya: "Saya mendatangi Nabi s.a.w. lalu saya berkata: "Sesungguhnya Abuljahm dan Mu'awiyah itu sama-sama melamar diriku." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Adapun Mu'awiyah itu adalah seorang fakir yang tiada berharta, sedangkan Abuljahm adalah seorang yang tidak sempat meletakkan tongkat dari bahunya." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Adapun Abuljahm, maka ia adalah seorang yang gemar memukul wanita." Ini adalah sebagai tafsiran dari riwayat yang menyebutkan bahwa ia tidak sempat meletakkan tongkat dari bahunya. Ada pula yang mengartikan lain ialah bahwa "tidak sempat meletakkan tongkat dari bahunya" itu artinya banyak sekali bepergiannya.

Related Posts

Ghibah yang diperbolehkan
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.